Jakarta – Dalam pusaran politik yang penuh dinamika, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi NasDem, Muslim Ayub, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja legislasi DPR periode 2019-2024. Ayub menyoroti bahwa DPR lebih banyak mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) kumulatif terbuka dibandingkan dengan RUU yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menurutnya, hal ini menunjukkan kurangnya prioritas terhadap agenda legislasi yang telah disepakati.
Sepanjang periode 2019-2024, DPR hanya berhasil mengesahkan 37 dari 230 RUU yang terdaftar dalam Prolegnas. Angka ini sangat kontras dengan jumlah RUU kumulatif terbuka yang disahkan, yaitu sebanyak 177 RUU. Ayub menilai bahwa ketimpangan ini mencerminkan kecenderungan DPR untuk lebih mengutamakan RUU yang bersifat kumulatif terbuka, yang sering kali didorong oleh kepentingan pragmatis.
Melihat kondisi tersebut, Ayub berharap agar DPR periode 2024-2029 dapat lebih konsisten dalam menjalankan Prolegnas yang telah disepakati. Ia menekankan pentingnya memprioritaskan RUU yang telah direncanakan dan disetujui dalam Prolegnas, agar legislasi yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ayub juga menyoroti beberapa RUU kumulatif terbuka yang disahkan tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai. Sebagai contoh, ia menyebutkan pengesahan RUU Dewan Pertimbangan Presiden dan Revisi UU Kementerian Negara. Menurut Ayub, kedua RUU ini disahkan tanpa adanya konsultasi yang cukup dengan masyarakat, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas proses legislasi.
Senada dengan Ayub, Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap fungsi legislasi DPR. Saleh menekankan pentingnya menjaga agar proses legislasi tidak ditunggangi oleh RUU titipan yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Ia juga mengkritik proses pembahasan RUU yang sering kali dilakukan secara tergesa-gesa dan mengabaikan partisipasi publik.