Jakarta – Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah memperluas doktrin nuklir negaranya sehingga memungkinkan penggunaan senjata nuklir untuk menyerang negara yang tidak memiliki senjata pemusnah massal. Doktrin baru ini memungkinkan Moskow merespons ancaman dari negara non-nuklir dengan senjata kimia, terutama jika negara tersebut didukung oleh “negara kekuatan besar”.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, juga menyindir Ukraina terkait pembaruan doktrin nuklir Rusia. Tanpa menyebut Ukraina secara langsung, Peskov menjelaskan bahwa pembaruan ini merupakan respons atas meningkatnya ketegangan di wilayah perbatasan.
Sebelumnya, pada Rabu (25/9), Presiden Putin mengumumkan rencana untuk memperbarui doktrin nuklir Rusia. Pembaruan ini akan memungkinkan Rusia menggunakan senjata nuklirnya dalam konflik apa pun. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tindakan Ukraina yang sedang mencari izin dari negara-negara Barat untuk menggunakan senjata jarak jauh dalam menyerang Rusia.
Ukraina berencana menyerang bandara militer Rusia dan infrastruktur militer lainnya yang digunakan untuk menyerang Kyiv. Rencana pembaruan doktrin nuklir Rusia ini menuai kecaman dari negara-negara Barat. Mereka menilai tindakan tersebut sebagai upaya Rusia untuk memuluskan rencananya agar bisa menghabisi Ukraina menggunakan senjata nuklir.
Doktrin nuklir Rusia adalah sebuah dokumen yang berisi kebijakan tentang penggunaan senjata nuklir. Dokumen ini ditandatangani oleh Putin pada 2020. Dalam dokumen tersebut, terdapat aturan yang mengatur kapan Rusia bisa menggunakan senjata nuklir. Menurut dokumen tersebut, Rusia hanya bisa menggunakan senjata nuklir dalam keadaan terdesak dan terpaksa.