Jakarta – Dalam sebuah putusan yang mengguncang jagat hukum, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini memiliki otoritas untuk menyelidiki kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota militer atau TNI. Keputusan ini tertuang dalam putusan perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diterbitkan pada 29 November 2024. MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
MK menyatakan bahwa pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak ditambahkan frasa di akhir pasal. Tambahan frasa tersebut menegaskan bahwa sepanjang tindak pidana korupsi dilakukan oleh unsur sipil dan militer, penanganannya sejak awal dilakukan oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan bahwa pasal 42 sebenarnya memiliki semangat koneksitas seperti yang terdapat dalam KUHAP. Namun, dalam praktiknya, para penegak hukum terlalu kaku atau menganut aliran legalistik. MK menilai jika prinsip koneksitas telah ketinggalan zaman karena prinsip pertanggungjawaban pidana seharusnya melekat kepada seseorang berdasarkan perbuatannya, bukan karena status dan kedudukannya.
Merujuk pada pandangan ahli, MK menilai bahwa hukum atau penegak hukum seharusnya meninggalkan praktik pemberian keistimewaan kepada pelaku tindak pidana berdasarkan status dan kedudukannya.