Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengumumkan keputusan mengejutkan terkait perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 mengenai uji materi atau judicial review (JR) terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Permohonan ini diajukan oleh Partai Buruh bersama enam pemohon lainnya pada Kamis (31/10).
Dalam putusan tersebut, MK menyoroti tujuh isu krusial yang berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan dalam UU 6/2023. Isu-isu tersebut mencakup Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, cuti, pengupahan, ketentuan pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Isu-isu ini menjadi fokus utama dalam pengujian konstitusionalitas yang diajukan oleh para pemohon.
MK dalam putusannya juga merekomendasikan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan pembentukan Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru. MK menilai bahwa klaster ketenagakerjaan sebaiknya dikeluarkan dari UU 6/2023 untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum yang lebih baik.
Enny, salah satu pihak yang terlibat dalam pengujian ini, menyatakan bahwa materi atau substansi Undang-undang Ketenagakerjaan telah berulang kali diajukan untuk pengujian konstitusionalitas ke Mahkamah. Berdasarkan data, sebagian materi dalam UU 13/2003 telah diuji sebanyak 37 kali, dengan 12 permohonan yang dikabulkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Enny juga menyoroti bahwa sebagian materi dalam UU 13/2003 telah diubah oleh UU 6/2023. Namun, tidak semua materi dari UU 13/2003 mengalami perubahan. Hal ini menimbulkan situasi di mana materi ketenagakerjaan diatur oleh dua undang-undang yang berbeda, yaitu UU 13/2003 dan UU 6/2023.
Dengan adanya dua undang-undang yang mengatur materi ketenagakerjaan, Enny menambahkan bahwa terdapat kemungkinan ketidakharmonisan atau ketidaksinkronan antara keduanya.