Jakarta – Qatar dilaporkan telah mengambil langkah mundur dari perannya sebagai penengah utama dalam upaya mencapai gencatan senjata di Gaza. Keputusan ini diambil setelah berbulan-bulan negosiasi yang tidak membuahkan hasil antara Hamas dan Israel. Informasi ini disampaikan oleh seorang sumber diplomatik kepada AFP, yang menyatakan bahwa keputusan Qatar telah disampaikan kepada pihak Israel, Hamas, dan juga Amerika Serikat (AS).
Qatar, bersama Amerika Serikat dan Mesir, terus berupaya mengupayakan gencatan senjata di Gaza melalui negosiasi panjang, yang juga mencakup rencana pembebasan sandera dan tahanan. Meski hingga kini belum tercapai kesepakatan, Qatar telah memberi tahu AS bahwa mereka bersedia kembali menjadi mediator jika Israel dan Hamas menunjukkan komitmen yang serius untuk melanjutkan perundingan.
Sebagai tuan rumah pangkalan militer utama AS dan markas politik Hamas sejak 2012 atas persetujuan Washington, Qatar kini mengingatkan Hamas tentang status kantor mereka di Doha. Qatar bahkan mendorong pejabat Hamas untuk mempertimbangkan pemindahan markas mereka ke Turki.
Pada bulan April lalu, Qatar sempat menyatakan bahwa mereka sedang menilai kembali perannya sebagai mediator dalam konflik ini. Hal ini disebabkan oleh kritik yang datang, terutama dari politisi Israel dan AS. Meskipun demikian, Qatar kembali mengambil peran sebagai mediator dua minggu kemudian atas permintaan AS dan Israel, yang menilai bahwa negosiasi di Turki tidak efektif.
Meskipun ada jeda selama satu minggu dalam pertempuran akhir tahun lalu, yang memungkinkan pembebasan beberapa sandera yang ditawan Hamas, putaran negosiasi berikutnya gagal menghentikan perang. Upaya untuk mencapai gencatan senjata tetap menemui jalan buntu. Menjelang akhir masa jabatan Presiden AS Joe Biden dan pemilihan umum AS yang akan datang, Washington dan Doha mengumumkan pembicaraan tatap muka baru untuk mengeksplorasi opsi-opsi baru pada bulan lalu.
Namun, inisiatif terbaru ini tidak menghasilkan terobosan yang diharapkan. Sumber diplomatik AFP menyatakan bahwa Qatar menyimpulkan tidak ada kemauan yang cukup dari kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan. Upaya mediasi ini lebih banyak dipengaruhi oleh politik dan pemilihan presiden AS daripada upaya serius untuk mengamankan perdamaian di wilayah tersebut.