
HALUAN.CO – Bank Indonesia (BI) terus memperluas jangkauan pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) lintas negara. Mulai 17 Agustus 2025, warga negara Indonesia dapat menggunakan QRIS di Jepang dan China.
Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, mengungkapkan bahwa persiapan kerja sama dengan Jepang telah mencapai tahap uji coba atau sandbox, setelah melalui berbagai langkah teknis dengan otoritas sistem pembayaran Jepang sejak pertengahan Mei 2025.
“Mudah-mudahan kalau tidak ada halangan yang berarti kita bisa launching penggunaan outbond (QRIS) itu tanggal 17 Agustus yang akan datang,” ujar Filianingsih dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Dengan demikian, warga Indonesia yang berkunjung ke Jepang dapat melakukan pembayaran dengan memindai kode QR di negara tersebut.
Selain Jepang, pengembangan QRIS lintas negara dengan China juga menunjukkan kemajuan signifikan. Filianingsih menjelaskan bahwa finalisasi aspek bisnis, teknis, dan operasional telah disepakati antara Union Pay International dari China dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Empat penyedia layanan switching nasional, yaitu PT Rintis Sejahtera, PT Alto Network, PT Artajasa Pembayaran Elektronis, dan PT Jalin Pembayaran Nusantara, telah menjalin kesepakatan dengan Union Pay International untuk pengembangan sistem dan pelaksanaan uji coba sandbox.
“Uji coba bisa dilakukan nanti di 17 Agustus yang akan datang,” tambahnya.
Selain Jepang dan China, BI juga menjajaki kerja sama QRIS lintas negara dengan India, Korea Selatan, dan Arab Saudi. Untuk India, prosesnya masih dalam tahap pembahasan teknis antara ASPI dan NPCI International India. Sementara itu, untuk Korea Selatan, kajian dan finalisasi kerja sama berlangsung di level industri antara ASPI dan Korean Financial Telecommunication and Clearings Institute.
Sedangkan di Arab Saudi, BI telah berdiskusi dengan Otoritas Moneter Arab Saudi. Kementerian Haji dan Umroh negara tersebut juga mendorong digitalisasi pembayaran bagi jemaah, terutama dari negara dengan jumlah besar seperti Indonesia.
“Dengan kita akan lanjut di akhir bulan ini, akan ada diskusi secara intensif dengan Kementerian Haji dan Umroh dari Saudi Arabia,” ujar Filianingsih.
Meskipun terus berkembang, penerapan QRIS antarnegara menghadapi tantangan tersendiri. Filianingsih menyebutkan bahwa salah satu hambatan utama adalah perbedaan struktur kelembagaan sistem pembayaran di setiap negara. Tidak semua negara menempatkan otoritas sistem pembayaran di bawah bank sentral seperti di Indonesia. Hal ini membuat BI perlu memahami struktur kelembagaan mitra, menyesuaikan regulasi, dan menyelaraskan infrastruktur sistem pembayaran.
Setelah semua tahap tersebut terpenuhi, kerja sama dapat dilanjutkan ke tahap uji coba sistem (sandbox) bersama pelaku industri.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa pengembangan QRIS lintas negara berlandaskan tiga prinsip utama: kepentingan nasional, sinergi antarotoritas, dan dukungan pelaku industri.
“Ada tahapan yang memang nanti industri itu saling berbicara. Setelah sesuai kepentingan nasional dan kesepakatan industri, baru yang ketiga diberlakukan untuk semua pelaku industri,” kata Perry.
Prinsip-prinsip ini tercermin dalam blueprint sistem pembayaran Indonesia, yang menjadikan kerja sama internasional sebagai bagian dari strategi nasional. Sebagai informasi, QRIS lintas negara sudah lebih dulu digunakan di beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.