Jakarta – Dunia penerbangan kembali dirundung duka setelah pesawat Jeju Air yang mengangkut 181 jiwa mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Muan, Korea Selatan, pada Minggu (29/12). Seluruh penumpang dan awak kabin dinyatakan meninggal dunia, kecuali dua pramugari yang berhasil selamat.
Menurut laporan dari AFP, pesawat Jeju Air berangkat dari Thailand menuju ke Korea Selatan dengan membawa 175 penumpang, serta 6 awak kabin. Hingga saat ini, penyelidikan terhadap kotak hitam pesawat masih berlangsung untuk mengungkap penyebab pasti kecelakaan tersebut.
Para pengamat dan pihak berwenang menduga bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh bird strike yang diperparah dengan kondisi cuaca buruk. Pemadam kebakaran Korea Selatan menyatakan bahwa kombinasi cuaca buruk dan bird strike dapat menyebabkan kerusakan mesin pesawat saat terbang. Namun, penjelasan lebih rinci akan diberikan setelah investigasi gabungan selesai.
Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea mengeluarkan pernyataan terkait kronologi kejadian di landasan pacu. Menara pengawas pun sempat memberikan peringatan kepada pilot Jeju Air terkait potensi terjadinya tabrakan dengan burung. Meskipun pesawat sempat mencoba mendarat kembali, upaya tersebut gagal dan pesawat mendarat tanpa roda pendaratan, kehilangan kendali, menabrak pagar, dan akhirnya terbakar.
Bird strike merupakan insiden ketika pesawat yang tengah terbang menabrak burung. Meskipun sering dianggap sepele, tabrakan dengan burung, terutama dalam jumlah besar, dapat membahayakan pesawat. Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), bird strike dapat menyebabkan mesin pesawat kehilangan daya jika burung tersedot ke dalam saluran udara.
Bird strike telah menyebabkan sejumlah kecelakaan fatal di seluruh dunia. Salah satu insiden yang paling diingat adalah “Miracle on the Hudson” pada 2009, ketika pesawat Airbus A320 milik US Airways terpaksa mendarat darurat di Sungai Hudson, New York, setelah menabrak burung yang merusak kedua mesinnya. Beruntung, seluruh penumpang selamat dalam kejadian tersebut.
Butterworth-Hayes, seorang ahli penerbangan, menyatakan bahwa jika bird strike benar-benar menjadi penyebab utama jatuhnya pesawat Jeju Air, maka insiden tersebut mengenai titik vital pesawat. Ia menggambarkan kecelakaan ini sebagai “kejadian paling serius yang pernah saya lihat” dalam beberapa tahun terakhir.