Jakarta – Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Firman Bakri, memberikan apresiasi atas inisiatif pemerintah dalam membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani barang impor. Menurut Firman, langkah ini sangat penting mengingat penyelundupan dan pemalsuan dokumen sering kali menjadi pintu masuk bagi barang impor ilegal ke Indonesia.
Firman menjelaskan bahwa impor ilegal sering kali terjadi akibat adanya perselisihan data antara data impor yang tercatat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DPS) dengan data ekspor dari negara asal barang. Perselisihan data ini, menurutnya, memiliki angka yang cukup signifikan dan mencolok.
Dari perselisihan data tersebut, muncul indikasi adanya impor ilegal yang masuk ke Indonesia melalui dua cara utama: smart link dan pemalsuan data. Firman menekankan bahwa pemerintah menjadi sasaran utama dari praktik-praktik ini, yang pada akhirnya merugikan negara dan masyarakat.
Terkait dengan pembentukan satgas barang impor, Firman mengungkapkan bahwa banyak pelaku usaha impor merasa ketakutan. Ketakutan ini terutama dirasakan oleh para pelaku penyedia barang ilegal, yang semakin cemas sejak isu barang thrifting mulai merebak di Indonesia.
Firman menambahkan bahwa pelaku penjual barang thrifting sebenarnya tidak bermasalah jika barang yang dijual adalah barang asli. Namun, masalah besar muncul ketika barang palsu diubah menjadi seolah-olah asli. Praktik ini, menurut Firman, merusak pasar dagang di Indonesia dan merugikan konsumen serta pelaku usaha yang jujur.
