Jakarta – Christina Clarissa Intania, seorang peneliti hukum dari The Indonesian Institute (TII), memberikan pandangannya terkait aksi Cuti Bersama Hakim yang menuntut peningkatan gaji serta jaminan kesejahteraan lainnya. Christina menegaskan bahwa kenaikan gaji hakim harus disertai dengan komitmen kuat untuk memberantas pungutan liar (pungli) di lingkungan peradilan.
Christina mengungkapkan bahwa praktik pungli dan suap masih menjadi masalah serius di pengadilan. Menurutnya, gaji hakim yang tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun terakhir memang patut menjadi perhatian. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi ekonomi, seperti inflasi, yang membuat nilai gaji tersebut tidak lagi relevan dengan kebutuhan saat ini.
Namun, Christina menekankan bahwa pemberantasan praktik korupsi harus menjadi prioritas utama. Ia menyatakan bahwa tindakan korup di pengadilan telah menjadi momok yang berdampak buruk bagi para pencari keadilan. Dampak ini tidak hanya merusak independensi yudikatif, tetapi juga mempengaruhi keadilan dan putusan hakim di ruang sidang.
Christina berharap bahwa peningkatan kesejahteraan hakim dapat mendukung kinerja mereka yang berat dan penuh risiko. Namun, ia juga menekankan pentingnya integritas dan independensi setiap hakim dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, diharapkan dapat terwujud independensi lembaga peradilan yang sesungguhnya.
Aksi Cuti Bersama Hakim ini dimulai pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Aksi ini disebut-sebut akan berlanjut jika tuntutan para hakim tidak dipenuhi. Christina berharap bahwa pemerintah dan pihak terkait dapat segera merespons tuntutan ini dengan bijak, demi terciptanya sistem peradilan yang lebih adil dan transparan.