Jakarta – Di tengah derasnya arus kebutuhan akan layanan internet, praktik ilegal RT RW Net masih menjamur di berbagai pelosok. Ridwan Effendi, seorang pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan beberapa faktor yang melatarbelakangi fenomena ini.
RT RW Net adalah jaringan internet yang disalahgunakan oleh pihak tertentu dengan menjual kembali paket internet kepada orang lain demi meraup keuntungan. Praktik bisnis terselubung ini menggerogoti pendapatan operator internet resmi.
Ridwan menjelaskan bahwa potensi penetrasi internet di Indonesia masih cukup besar. Namun, pertumbuhan dari tahun 2023 ke 2024 diperkirakan tidak akan terlalu signifikan. Meski demikian, kebutuhan masyarakat akan internet di era digital ini terus meningkat. Sayangnya, kemampuan masyarakat untuk membayar akses internet masih menjadi kendala utama.
Lebih lanjut, Ridwan menyoroti bahwa ketidaktahuan masyarakat yang terlibat dalam praktik RT RW Net, baik sebagai pelaku usaha maupun konsumen, turut berkontribusi pada keberlangsungan praktik ini. Keterbatasan akses internet di berbagai daerah, di mana tidak semua wilayah dijangkau oleh penyedia jasa internet resmi, membuat masyarakat beralih ke RT RW Net sebagai alternatif.
Ridwan menegaskan bahwa masyarakat sebenarnya diperbolehkan untuk menjual kembali paket internet, asalkan mereka membentuk perusahaan penyedia jasa internet (ISP) dan mendapatkan izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Kementerian Kominfo, melalui Direktur Pengendalian Pos dan Informatika, Ditjen PPI, Dany Suwardany, mengungkapkan bahwa penanganan praktik ilegal RT RW Net menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, Kominfo menangani 118 pelaku usaha RT RW Net ilegal, dengan 89 pelaku terbukti melanggar dan telah ditertibkan, sementara 139 pelaku tidak terbukti. Pada tahun berikutnya, jumlah pelaku yang ditangani meningkat menjadi 195, dengan 77 pelaku terbukti melanggar dan 118 pelaku tidak terbukti.