Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, menilai bahwa perombakan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sarat dengan nuansa politis. Menurut Ujang, langkah ini tidak efektif mengingat masa jabatan Jokowi yang akan berakhir pada Oktober 2024.
Ujang berpendapat bahwa penunjukan menteri dan wakil menteri baru lebih merupakan bentuk akomodasi politik untuk kepentingan Jokowi setelah masa jabatannya berakhir. Selain itu, reshuffle ini juga dianggap sebagai upaya mengakomodasi kepentingan transisi pemerintahan ke Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sebagai contoh, Ujang menyoroti penggantian Menteri Hukum dan HAM yang sebelumnya dijabat oleh politisi PDIP, Yasonna Laoly, kini diisi oleh politisi Gerindra, Supratman Andi Agtas. Ujang menyebut posisi ini sangat strategis dan Supratman memiliki riwayat yang mumpuni untuk jabatan tersebut, mengingat ia pernah menjadi Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sejak 2016 hingga 2024.
Namun, Ujang menekankan bahwa Kemenkumham tidak hanya mengurusi legislasi, tetapi juga surat kepengurusan (SK) partai politik. Selama masa jabatan Jokowi, banyak partai mengalami masalah internal, seperti dualisme di tubuh Partai Demokrat dan Partai Golkar, di mana Kemenkumham memainkan peran penting.
Selain itu, Ujang juga menyoroti penunjukan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM yang baru. Ujang meragukan kemampuan Bahlil di bidang ini, mengingat latar belakangnya yang tidak terkait langsung dengan sektor energi dan sumber daya mineral.
Hari ini, Jokowi melantik sejumlah menteri dan wakil menteri baru di Kabinet Indonesia Maju, meskipun masa jabatannya hanya tersisa dua bulan lagi. Selain itu, Jokowi juga mengangkat sejumlah kepala lembaga baru, termasuk Dadan Hindayana yang ditunjuk sebagai kepala Badan Gizi Nasional yang baru dibentuk.
