Jakarta – Dalam sorotan tajam, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Singgih Januratmoko, menekankan urgensi revisi Undang-Undang Haji. Langkah ini dianggap krusial untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan terbaru dari Kerajaan Arab Saudi yang semakin mengedepankan teknologi digital dalam pelaksanaan ibadah haji.
Singgih, yang juga merupakan tokoh Partai Golkar, mengungkapkan bahwa Arab Saudi telah memperluas cakupan teknologi digital dalam berbagai aspek pelaksanaan haji. Ini mencakup sistem pendaftaran elektronik, pembayaran digital, serta aplikasi berbasis teknologi yang memudahkan proses bagi para calon jemaah. Dengan adanya perubahan ini, Indonesia perlu menyesuaikan regulasi agar tetap relevan dan efektif.
Lebih lanjut, Singgih menyoroti adanya perubahan kuota dan syarat pelaksanaan haji yang diterapkan oleh Arab Saudi. Perubahan ini meliputi penyesuaian kuota haji, persyaratan kesehatan, serta ketentuan lain seperti batasan usia dan pembatasan jumlah jemaah selama masa pandemi. Revisi UU Haji diharapkan dapat mengakomodasi perubahan ini, sehingga proses pendaftaran, antrean, dan prioritas calon jemaah dapat disesuaikan dengan kebijakan baru.
Singgih juga menekankan perlunya revisi UU Haji untuk mengatur investasi dana haji. Menurutnya, investasi yang lebih transparan dan efisien sangat penting untuk tata kelola dana haji. Aspek pelaporan keuangan, pilihan investasi yang lebih aman, serta peningkatan keuntungan harus diperbarui demi kesejahteraan jemaah.
Tak hanya itu, Singgih menyoroti perlunya revisi untuk mengatur subsidi biaya haji. Dia mencatat bahwa biaya haji cenderung meningkat, sehingga skema subsidi yang diberikan kepada calon jemaah perlu ditinjau kembali.