Jakarta – Calon gubernur nomor urut 1, Ridwan Kamil, baru-baru ini memberikan penjelasan terkait program magrib mengaji yang dianggap tidak inklusif. Isu ini mencuat di berbagai media dalam beberapa hari terakhir, memicu perdebatan di kalangan masyarakat.
The Indonesia Institute (TII), sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Jakarta, menjadi pihak pertama yang menyatakan bahwa program tersebut tidak inklusif. Felia Primaresti, peneliti bidang politik di TII, menyampaikan bahwa program magrib mengaji hanya ditujukan untuk masyarakat beragama Islam. Menurut Felia, hal ini tidak mencerminkan keberagaman agama yang ada di Jakarta.
Menanggapi tudingan tersebut, Ridwan Kamil menjelaskan bahwa program magrib mengaji bukanlah inisiatif yang ia tawarkan, melainkan usulan dari warga. Program ini, menurut Ridwan, pertama kali digagas oleh Anies Baswedan saat menjabat sebagai gubernur Jakarta. Ridwan menegaskan bahwa saat melakukan blusukan, banyak warga yang meminta agar program ini dilanjutkan dan ditingkatkan, karena dianggap efektif dalam mencegah kenakalan remaja dan kriminalitas.
Ridwan Kamil menambahkan bahwa dirinya tidak berniat melanjutkan program tersebut hanya untuk kepentingan satu agama. Ia berkomitmen untuk mengembangkan program serupa yang dapat diterapkan pada agama-agama lain, sehingga dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat Jakarta yang beragam.
Lebih lanjut, Ridwan berharap agar Pilkada Jakarta tidak diwarnai oleh komentar-komentar yang dapat memecah belah keharmonisan masyarakat. Ia mengajak semua pihak untuk fokus pada program-program yang dapat membawa kebaikan bagi seluruh warga Jakarta, tanpa memandang latar belakang agama.
