/

RUU Perampasan Aset: Apakah DPR Baru Akan Menyelesaikannya?

1 min read

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh ekspektasi tinggi kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 yang baru dilantik. KPK berharap agar DPR yang baru ini dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi, salah satunya dengan memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset harus menjadi prioritas utama dalam agenda DPR periode ini. Isu ini selalu mencuat menjelang pemilihan presiden, dengan draf pertama yang dirancang pada 2012. Setelah bertahun-tahun tidak tersentuh, revisi kedua muncul pada 2019, dan draf terbaru disusun pada 2023 menjelang Pilpres 2024.

RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Presiden Joko Widodo telah menugaskan beberapa pejabat tinggi, termasuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan bersama DPR RI.

Berita Lainnya  KKP Perkuat Tim Ahli Pengungkapan Kasus Perikanan

RUU Perampasan Aset didasarkan pada kondisi saat ini di mana pengelolaan aset rampasan dilakukan oleh berbagai instansi berwenang. Namun, pelaksanaan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan masing-masing instansi membuatnya kurang efektif dan efisien. Pencatatan aset sitaan dan rampasan yang tersebar dan tidak terintegrasi menjadi salah satu alasan utama mendorong RUU ini.

Selain itu, banyak aset sitaan yang terbengkalai, menambah urgensi penyusunan RUU ini. Penyusunan RUU Perampasan Aset juga merupakan bagian dari upaya memenuhi persyaratan Indonesia untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).

Pembentukan undang-undang ini juga bertujuan untuk mengadopsi ketentuan dalam The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan menerapkan skema Non-Conviction Based Forfeiture. Aturan ini telah diimplementasikan di negara-negara common law, memungkinkan negara untuk memaksimalkan upaya perampasan aset hasil kejahatan tanpa menunggu putusan pidana.

Berita Lainnya  Mengapa RUU PPRT Tak Kunjung Selesai? Ini Jawaban DPR!

Diharapkan, RUU Perampasan Aset ini akan memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan aset terkait tindak pidana yang dapat dirampas menjadi lebih terintegrasi. Dengan demikian, instansi yang berwenang dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih mudah sesuai kewenangan masing-masing. Pencatatan aset sitaan dan rampasan dilakukan secara terintegrasi, menjaga nilai ekonomis aset tersebut.

Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, berpendapat bahwa penerapan perampasan aset tanpa tuntutan pidana, atau yang dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture, akan menjadi alat efektif bagi negara. Ini memungkinkan pengembalian aset yang diselewengkan oleh pelaku kejahatan dengan cepat.

Hardjuno juga menyoroti bahwa perampasan aset tanpa proses pidana panjang akan mempercepat pengembalian aset negara yang hilang, sambil tetap menjaga prinsip keadilan dan kepastian hukum. Ia menekankan perlunya reformasi hukum yang lebih fokus pada penyelamatan aset negara tanpa menunggu proses pidana yang berlarut-larut.

Berita Terbaru

Mengenai Kami

Haluan.co adalah bagian dari Haluan Media Group yang memiliki visi untuk mencerdaskan generasi muda Indonesia melalui sajian berita yang aktual dan dapat dipercaya

Alamat
Jalan Kebon Kacang XXIX Nomor 02,
Tanah Abang, Jakarta Pusat
—–
Lantai IV Basko Grandmall,
Jl. Prof. Hamka Kota Padang –
Sumatera Barat

 0813-4308-8869
 [email protected]

Copyright 2023. All rights reserved.
Haluan Media GroupÂ