Jakarta – Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengonfirmasi bahwa pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada menjadi Undang-undang yang dijadwalkan dalam Rapat Paripurna hari ini batal dilakukan. Keputusan ini diambil setelah adanya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh Partai Buruh dan berbagai kelompok sipil di depan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.
Aksi demonstrasi ini merupakan bagian dari gerakan ‘peringatan darurat Indonesia’ yang menjadi viral di media sosial. Gerakan ini muncul sebagai respons atas manuver DPR yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Demonstrasi tersebut menyoroti ketidakpuasan masyarakat terhadap langkah-langkah yang diambil oleh DPR dalam proses revisi UU Pilkada.
Badan Legislatif (Baleg) DPR menyepakati revisi UU Pilkada dalam rapat yang digelar pada hari Selasa. Dari sembilan fraksi yang ada di DPR, delapan fraksi menyetujui RUU tersebut, sementara hanya PDIP yang menolak. Pembahasan mengenai RUU Pilkada ini dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari tujuh jam.
Revisi UU Pilkada dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pencalonan pilkada. Namun, DPR tidak mengakomodasi keseluruhan putusan tersebut dalam revisi yang dilakukan. Hal ini menimbulkan kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan kelompok sipil.
Pengesahan RUU Pilkada yang awalnya dijadwalkan akan dilakukan hari ini, akhirnya dibatalkan. Alasan pembatalan ini adalah karena tidak terpenuhinya kuorum dalam rapat paripurna. Keputusan ini menambah panjang daftar kontroversi yang menyelimuti proses revisi UU Pilkada.
Pembatalan pengesahan RUU Pilkada ini mendapat berbagai reaksi dari publik dan kelompok sipil. Banyak yang menganggap bahwa DPR tidak serius dalam menangani isu-isu penting yang menyangkut demokrasi dan hak-hak politik masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan di depan Gedung MPR/DPR juga menunjukkan bahwa masyarakat tidak tinggal diam dan siap untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.