Haluan.co – Anggota DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto mendukung pembentukan Undang-Undang Perampasan Aset.
UU diharapkan bisa merampas atau menarik aset seseorang yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan.
“Saya dukung penuh kehadiran RUU itu. Sebagai anggota Komite I DPD RI yang mitra dengan Menko Polhukam dan Menteri Hukum dan HAM, sangat siap untuk membahasnya,” kata Abraham di Jakarta, Kamis, 20 April 2023.
Ia berharap RUU itu tidak hanya digunakan untuk merampas aset para koruptor, tapi juga pelaku tindak pidana ekonomi lainnya.
Misalnya pengusutan perolehan harta dalam kasus mantan pegawai pajak Rafael Alun sampai harta-harta yang didapatkan dari perdagangan narkoba.
Menurut senator yang sudah tiga periode ini, hadirnya RUU Perampasan Aset memungkinkan aset-aset hasil kejahatan diatur dan diawasi dengan baik.
Dengan demikian tidak ada lagi aset yang nilainya turun, lelangnya tidak jelas, sampai kehilangan barang bukti.
“Jika ada harta-harta yang diduga berasal dari kejahatan, yang tidak sesuai profil pendapatannya atau tidak sesuai dengan besaran pajak yang disetorkan, itu bisa jadi dianggap sebagai dugaan tindak pidana sehingga asetnya bisa dirampas,” jelas Ketua Dewan Pembina Kadin Provinsi NTT ini.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sudah final.
Direncanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menandatangani Surat Presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset setelah Lebaran 2023.
“Karena naskah RUU-nya sudah selesai semua, substansinya sudah disisir, typo juga sudah disisir, mudah-mudahan tidak lama sesudah Lebaran. Taruhlah di pekan pertama sudah dikirim Surpres-nya,” kata Mahfud pada Selasa, 18 April 2023.
Pada 2003, Indonesia telah menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006.
RUU Perampasan Aset merupakan salah satu aturan yang harus ada ketika suatu negara sudah menandatangani konvensi tersebut.
Namun sejak saat itu hingga kini, Indonesia belum juga memiliki aturan hukum soal perampasan aset.
Karena itu, RUU Perampasan Aset sangat mendesak untuk dibahas menjadi UU sehingga memiliki landasan hukum dalam merampas aset para pelaku kejahatan atau koruptor.***