Jakarta – Puluhan tentara bayaran Rusia dari Wagner Group yang kini beroperasi di Afrika, tewas dalam serangan brutal oleh pemberontak Tuareg di Mali. Kelompok pemberontak Tuareg, bersama afiliasi Al Qaeda di Sahel, Jamaat Nusrat Al Islam wal Muslimin (JNIM), mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan puluhan anggota Wagner tersebut.
Tuareg dan JNIM dikatakan bekerja sama untuk menjebak tentara bayaran Rusia. Mereka melakukan “penyergapan rumit” yang akhirnya menewaskan sekitar 50 orang Rusia dan sejumlah tentara Mali. Tentara Wagner ini kemungkinan diserang saat mengawal pasukan pemerintah Mali yang sedang patroli di dekat perbatasan Aljazair pekan lalu.
Pemberontak Tuareg adalah kelompok bersenjata yang telah menaklukkan tiga kota utama di Mali utara dan kini mengambil alih kendali penuh atas wilayah Sahara yang luas itu. Dilansir dari France24, pemberontak ini dipimpin oleh Gerakan Nasional untuk Pembebasan Azawad (MNLA), yang membebaskan wilayah yang membentuk seluruh bagian utara Mali.
MNLA dikenal dengan sebutan “Orang Biru” karena pigmen warna nila pada kain jubah dan turban tradisional mereka. Suku Tuareg MNLA menganggap wilayah yang mereka sebut Azawad sebagai tempat peradaban nomaden. Pemberontakan dimulai pada Januari 2012, dan pada tanggal 1 April lalu, pemberontak ini berhasil merebut tiga kota utama di wilayah itu yakni Kidal, Gao, dan Timbuktu.
Jumlah anggota MNLA meningkat sejak jatuhnya rezim Muammar Gaddafi di Libya pada musim panas 2011. Kejatuhan Gaddafi memberikan dorongan signifikan bagi pemberontak Tuareg, yang banyak di antaranya adalah mantan tentara bayaran yang kembali ke Mali dengan persenjataan lengkap.
Konflik di Mali telah berlangsung selama bertahun-tahun, dengan berbagai kelompok bersenjata yang berusaha menguasai wilayah strategis di negara tersebut. Serangan terbaru ini menunjukkan betapa kompleks dan berbahayanya situasi di Mali, terutama dengan keterlibatan kelompok-kelompok bersenjata yang memiliki afiliasi dengan organisasi teroris internasional.