Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya dugaan kecurangan klaim yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Praktik kecurangan ini dianggap penting untuk dibawa ke ranah pidana karena diduga melibatkan komplotan orang, termasuk pemilik rumah sakit.
Pahala, salah satu pejabat KPK, menyatakan bahwa di rumah sakit yang diduga melakukan kecurangan, ditemukan adanya direktur utama (dirut) yang dianggap ‘berprestasi’ namun ternyata melakukan tagihan fiktif. Dirut tersebut kemudian dipindahkan ke rumah sakit lain untuk melanjutkan praktik serupa.
Sebelumnya, KPK bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit di sejumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Hasil audit tersebut menemukan adanya dugaan kecurangan terkait klaim ke BPJS Kesehatan.
Dua modus kecurangan yang ditemukan adalah manipulasi diagnosis dan phantom billing. Phantom billing atau tagihan fiktif dianggap paling parah karena rumah sakit menagih biaya perawatan kepada BPJS, padahal tidak ada perawatan yang dilakukan. Nama pasien hanya digunakan untuk kebutuhan penagihan klaim ini.
Modus phantom billing ditemukan di tiga rumah sakit, yaitu dua rumah sakit swasta di Sumatera Utara dan satu rumah sakit di Jawa Tengah. Total kerugian BPJS dari kecurangan ini diperkirakan mencapai Rp 34 miliar.
KPK telah memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah pidana. Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyiapkan sanksi kepada rumah sakit dan tenaga kesehatan yang terbukti terlibat dalam kasus ini.