Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas 109 ton PT Aneka Tambang Tbk (Antam) periode 2010-2022 mencapai Rp1 triliun. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa angka pasti kerugian negara dalam kasus ini masih dalam proses perhitungan oleh ahli.
Dalam kesempatan tersebut, Harli kembali menegaskan bahwa emas Antam yang beredar di masyarakat merupakan emas asli. Pernyataan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran masyarakat terkait keaslian emas yang mereka miliki.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka baru dalam kasus ini. Mereka adalah DT, GAR, HKT, JT, LE, SL, dan SJ. Sebelum penetapan tujuh tersangka baru ini, Kejagung telah lebih dulu menetapkan enam tersangka lainnya, yaitu TK, HN, DM, AHA, MA, dan ID.
Keenam tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya seluruhnya merupakan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Lokamulia (UBPPLM) PT Antam pada periode 2010 hingga 2021. Para pelaku diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia secara ilegal.
Para tersangka diduga menggunakan kewenangan mereka untuk mencetak logam mulia dengan stempel palsu Antam. Modus operandi ini menyebabkan kerugian besar bagi negara, yang diperkirakan mencapai Rp1 triliun. Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya dampak korupsi dalam pengelolaan komoditas berharga seperti emas.
Kejagung terus melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam kasus ini. Penetapan tersangka baru menunjukkan komitmen Kejagung dalam menuntaskan kasus korupsi yang merugikan negara. Selain itu, Kejagung juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kasus korupsi emas PT Antam ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan pengamat. Mereka mengecam tindakan para pelaku yang telah merugikan negara dalam jumlah besar.