Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengusulkan agar anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang. Menurutnya, alokasi anggaran wajib 20 persen seharusnya berasal dari pendapatan negara, bukan dari belanja negara. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian dalam belanja negara.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa belanja negara pada tahun 2022 mengalami lonjakan signifikan akibat subsidi energi yang mencapai Rp200 triliun. Kenaikan subsidi ini bukan disebabkan oleh peningkatan pendapatan negara, melainkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Sebagai akibatnya, ketika belanja negara meningkat, belanja untuk pendidikan juga harus meningkat karena harus mencapai 20 persen dari total belanja negara.
Sri Mulyani menyoroti bahwa realisasi anggaran pendidikan yang terserap sering kali berada di bawah ketentuan mandatory spending. Sebagai contoh, ketika belanja negara membengkak akibat subsidi Rp200 triliun sejak Agustus, belanja wajib pendidikan tidak mengikuti peningkatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran wajib untuk pendidikan perlu dikaji ulang agar lebih sesuai dengan kondisi keuangan negara.
Sri Mulyani menilai bahwa revisi mandatory spending diperlukan agar menteri keuangan selanjutnya memiliki fleksibilitas dalam mengelola anggaran, namun tetap mematuhi konstitusi. Dengan demikian, alokasi anggaran untuk pendidikan dapat lebih realistis dan sesuai dengan kondisi keuangan negara yang dinamis.