Dalam sebuah pertemuan yang penuh makna, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan pandangan kritis dari Bank Dunia terkait penerimaan pajak di Indonesia yang dinilai masih jauh dari harapan. Dalam konferensi pers yang diadakan oleh Dewan Ekonomi Nasional, Luhut menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kemiripan dengan Nigeria dalam hal pengumpulan pajak yang belum mencapai potensi maksimalnya.
Luhut menekankan bahwa penerapan digitalisasi dalam pemerintahan dapat menjadi strategi jitu untuk mendongkrak pendapatan negara. Ia berpendapat bahwa jika program ini dijalankan dengan optimal, penerimaan negara bisa melonjak hingga Rp1.500 triliun, setara dengan 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Lebih lanjut, Luhut menyoroti pentingnya dukungan terhadap inisiatif Kartu Kredit Pemerintah (KKS) yang digagas oleh Kementerian Keuangan. Program ini dianggap sebagai langkah penting dalam memperbaiki tata kelola keuangan negara dan diharapkan mampu mengatasi berbagai kendala terkait efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan pajak.
Luhut menambahkan bahwa target Rp1.500 triliun dapat tercapai jika semua pihak bersinergi dan menghindari kritik yang tidak membangun. Ia mengajak seluruh elemen untuk memberikan masukan yang konstruktif terhadap kebijakan yang sedang dijalankan.
Luhut mengingatkan agar program yang ada diberi kesempatan untuk berjalan terlebih dahulu. Menurutnya, masalah yang ada perlu diselesaikan secara bertahap dan bukan dengan saling menyalahkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterapkan dapat memberikan hasil yang optimal bagi peningkatan penerimaan pajak di Indonesia.
Dengan demikian, kritik dari Bank Dunia ini diharapkan dapat menjadi dorongan bagi pemerintah Indonesia untuk terus berinovasi dan meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak demi kesejahteraan ekonomi nasional.