Jakarta – Amerika Serikat telah menyetujui penjualan senjata, termasuk jet tempur dan rudal canggih, senilai total US$20 miliar (Rp314,1 triliun) ke Israel. Kesepakatan ini terjadi di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Tel Aviv dan Jalur Gaza Palestina.
Kesepakatan penjualan senjata ini berlangsung saat AS dan Israel sama-sama dalam keadaan siaga tinggi. Mereka memprediksi serangan balasan dari Iran atas kematian pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, yang diperkirakan akan terjadi dalam pekan ini.
Dalam kesepakatan tersebut, pemerintah dan Kongres AS sepakat untuk menjual 50 jet tempur F-15, Rudal Jarak Menengah Canggih (AMRAAM), amunisi tank 120 mm, mortir berdaya ledak tinggi, dan kendaraan taktis ke Israel. Namun, menurut laporan ABC News, senjata-senjata ini tidak akan segera sampai ke Israel. Proses kontrak jual-beli ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum pengiriman senjata dapat dilakukan.
Menurut Kementerian Luar Negeri AS, sebagian besar senjata ini dijual untuk membantu Israel meningkatkan kemampuan militernya dalam jangka panjang. Pembelian senjata ini juga merupakan bagian dari kontrak di mana pengiriman tidak akan berlangsung sebelum tahun 2026.
Kontrak penjualan senjata ini tidak hanya mencakup 50 pesawat baru yang akan diproduksi oleh Boeing. Kontrak tersebut juga mencakup perlengkapan peningkatan keamanan bagi Israel untuk memodifikasi armada dua lusin jet tempur F-15 yang ada dengan mesin dan radar baru. Jet-jet tersebut merupakan bagian terbesar dari penjualan senilai US$20 miliar dengan pengiriman pertama diharapkan pada tahun 2029.
Dewan Keamanan Nasional AS sebelumnya menyebutkan bahwa serangan balasan Iran ke Israel akan terjadi pekan ini. Israel pun bersiap dengan menggelar simulasi perang. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, mengatakan bahwa dugaan tersebut muncul setelah mendapat informasi penilaian dan analisis dari intelijen mereka.
Saat ditanya lebih lanjut, Kirby tidak memaparkan waktu pasti serangan tersebut akan terjadi. Dia hanya menyebut bahwa AS memiliki kekhawatiran yang sama dengan Israel terkait serangan tersebut dan “mungkin terjadi pekan ini.” Kirby juga belum bisa membeberkan skala serangan balasan Iran. Dia mengatakan bahwa AS saat ini terus memantau dengan cermat situasi di Timur Tengah.