Jakarta – Kritik Terhadap Peradilan Sesat Todung Mulya Lubis, seorang pejuang hak asasi manusia dan antikorupsi yang ternama, mengangkat isu peradilan sesat dalam kasus korupsi yang menjerat Mardani H Maming.
Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang menjabat pada periode 2010-2015 dan 2016-2018, dinilai mengalami ketidakadilan dalam proses hukumnya. Todung menegaskan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada Maming tidak didukung oleh bukti yang memadai.
Menurut Todung, salah satu bentuk peradilan sesat yang paling mencolok adalah pelanggaran terhadap hak atas persidangan yang adil. Ia menyoroti bahwa hakim cenderung memilih bukti yang mendukung dakwaan penuntut umum, meskipun ada bukti lain yang menunjukkan sebaliknya.
“Sikap berat sebelah ini jelas merupakan persidangan yang tidak adil. Jika bukti yang ada dipertimbangkan secara adil, dakwaan penuntut umum sebenarnya tidak terbukti,” ujar Todung.
Todung juga mengkritik cara hakim memaksakan konstruksi hukum untuk memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
Ia menyoroti bahwa keuntungan dan pembagian hasil usaha dianggap sebagai pemberian hadiah, yang menurutnya merupakan analogi yang melanggar prinsip legalitas dalam hukum pidana.
“Analogi semacam ini adalah pelanggaran berat terhadap prinsip legalitas, yang merupakan prinsip paling mendasar dalam hukum pidana,” tegas Todung.
Todung menekankan bahwa meskipun korupsi adalah masalah serius di Indonesia, penanganannya tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia menegaskan bahwa ketika terjadi peradilan sesat, termasuk dalam kasus korupsi, terdakwa seharusnya dinyatakan bebas.
“Langkah korektif menjadi suatu keniscayaan,” jelasnya.
Todung juga menyatakan bahwa meskipun Indonesia tidak memiliki mekanisme retrial seperti di Inggris, lembaga peninjauan kembali dapat menjadi opsi untuk melakukan koreksi. Dalam kasus Maming, Todung berharap Mahkamah Agung dapat menyoroti dan mengoreksi peradilan sesat yang terjadi.
Ia berencana untuk mengirimkan amicus curiae kepada Mahkamah Agung sebagai bentuk dukungan terhadap proses peninjauan kembali ini.
Dengan demikian, Todung Mulya Lubis berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan Mardani H Maming mendapatkan pembebasan yang layak.