Ni Ketut Nurhayati, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berasal dari Banjar/Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, ditemukan tak bernyawa di Malaysia pada Selasa, 31 Desember 2024. Nurhayati diduga menjadi korban pembunuhan di negeri tempatnya mencari nafkah. Jasadnya ditemukan di sebuah hotel dalam kondisi mengenaskan, berlumuran darah dan tertutup selimut. Kabar duka ini baru sampai ke telinga keluarga pada Sabtu, 4 Januari 2025, empat hari setelah peristiwa tragis tersebut.
Komang Suwinten, suami dari almarhumah, mengungkapkan bahwa istrinya, meskipun sering sakit-sakitan, tetap bertekad untuk menjadi TKW demi memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Nurhayati meninggalkan delapan anaknya di Bali untuk bekerja di Malaysia, sebuah keputusan yang diambil dengan berat hati namun penuh harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya.
Sebelum memutuskan untuk bekerja di luar negeri, Nurhayati sempat menjalani pelatihan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Tulungagung, Jawa Timur. Keberangkatan ini merupakan pengalaman pertamanya sebagai PMI. Suwinten, yang bekerja sebagai petugas keamanan, awalnya merasa berat hati melepas kepergian istrinya, namun akhirnya mengizinkan karena dorongan kuat Nurhayati untuk memperbaiki taraf hidup keluarga mereka.
Menurut Suwinten, Nurhayati memiliki banyak impian yang ingin diwujudkan setelah bekerja di luar negeri. Salah satu impian terbesarnya adalah memberikan kehidupan yang lebih baik dan bahagia bagi anak-anaknya. Meskipun demikian, Suwinten memilih untuk tidak mengungkapkan lebih banyak detail mengenai harapan-harapan tersebut, karena sebagai seorang ayah, ia merasa harus tetap tegar di hadapan anak-anaknya.
Setelah tiga bulan bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga, Suwinten kehilangan kontak dengan Nurhayati. Kabar duka mengenai kematian istrinya baru diterimanya melalui anak mereka, yang mengetahui informasi tersebut dari media sosial. “Saya sudah putus kontak setelah Nurhayati berangkat. Sebagai suaminya, saya tetap bertahan, terutama karena kami memiliki delapan anak yang harus diurus,” ungkap Suwinten.
Dalam proses pemulangan jenazah Nurhayati, Suwinten menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para relawan yang telah membantu. Dukungan dari berbagai pihak sangat berarti bagi keluarga yang ditinggalkan, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit ini.
Kisah tragis Nurhayati menjadi pengingat akan perjuangan dan pengorbanan para pekerja migran Indonesia yang berjuang demi keluarga mereka. Semoga almarhumah mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan serta ketabahan.