Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Kemenko PMK) akan mengadakan rapat koordinasi untuk menyelidiki dugaan perundungan yang dialami oleh mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari. Aulia diduga mengalami perundungan saat menjalani PPDS di RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, yang kemudian menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi VI Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, menyatakan bahwa penanganan kasus ini harus dikoordinasikan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Warsito menekankan bahwa dalam dunia pendidikan di bidang kesehatan, senioritas di bawah pendidikan profesi masih ada dan ospek antara senior dan junior tetap penting dilakukan.
Namun, Warsito mengakui bahwa kewenangan senior kepada junior sering disalahartikan. Misalnya, senior meminta junior untuk menggantikan jadwal praktik atau menjaga tugas tunggu. Informasi seperti ini akan dikaji dalam rapat koordinasi nanti. Warsito juga menjelaskan bahwa tim sedang mengumpulkan data dari beberapa kementerian/lembaga dan menyegerakan rapat koordinasi terpadu, meliputi mengundang perwakilan dari kampus-kampus.
Warsito meyakini bahwa dalam kasus Aulia, instansi pendidikan sudah menerapkan aturan soal volume jam kerja. Dugaan adanya senioritas kepada juniornya harus ditelusuri lebih lanjut. Secara umum, jumlah maksimal jam kerja yakni 40 jam per minggu. Jika melebihi, maka akan dianggap jam lembur.
Sementara itu, Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan bahwa polisi masih belum menemukan bukti yang berhubungan dengan motif perundungan. Berdasarkan catatan harian korban, Aulia mengadu terkait kondisi kesehatannya kepada Tuhan serta orang yang diduga kekasihnya. Kepastian mengenai penyebab meninggalnya korban masih didalami apakah tindakan itu merupakan bentuk kesengajaan atau kelalaian. Dari hasil visum sementara, didapati tiga luka yang diduga bekas suntikan.
Selain itu, di tempat kejadian terdapat alat suntik serta bekas botol obat Roculax yang diduga digunakan korban untuk meredakan rasa nyeri. Korban juga diketahui mempunyai riwayat penyakit saraf kejepit di punggung. Polisi masih mendalami jika memang motif kematian korban akibat bunuh diri dengan memeriksa para saksi, seperti teman-teman di sekitar korban, termasuk rekan seprofesinya.
Kemenko PMK bersama dengan Kemendikbudristek dan Kemenkes akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan prosedur yang berlaku. Rapat koordinasi yang akan digelar diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dan adil bagi semua pihak yang terlibat.