Pyongyang – Korea Utara menyatakan kesiapannya untuk memulai kembali pembicaraan mengenai program nuklir dengan Amerika Serikat jika Donald Trump memenangkan pemilu pada November mendatang. Informasi ini diungkapkan oleh seorang diplomat senior Korea Utara yang telah membelot ke Korea Selatan.
Ri Il Gyu, diplomat yang membelot dari Korea Utara ke Korea Selatan sejak 2016, mengungkapkan bahwa Pyongyang telah menetapkan Rusia, AS, dan Jepang sebagai prioritas kebijakan luar negerinya untuk tahun ini dan seterusnya. Menurut Ri, Korea Utara berencana untuk membuka kembali negosiasi nuklir jika Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS.
Melansir dari Reuters, Ri menyatakan bahwa para diplomat Pyongyang sedang memetakan strategi untuk skenario kemenangan Trump. Tujuan utama dari negosiasi ini adalah untuk mencabut sanksi terhadap program senjata Korea Utara, menghapus penunjukan sebagai negara sponsor terorisme, dan mendapatkan bantuan ekonomi. Komentar ini menunjukkan adanya potensi perubahan sikap dari posisi Korea Utara saat ini.
Sebelumnya, Korea Utara telah menyatakan bahwa mereka tidak lagi mempertimbangkan pembicaraan apapun dengan AS. Bahkan, mereka memperingatkan kemungkinan terjadinya konfrontasi bersenjata. Namun, dengan adanya informasi terbaru ini, tampaknya ada perubahan dalam pendekatan diplomatik Pyongyang.
Ri Il Gyu mengungkapkan bahwa Korea Utara telah menetapkan Rusia, AS, dan Jepang sebagai prioritas kebijakan luar negerinya. Hal ini menunjukkan bahwa Pyongyang sedang berusaha untuk memperkuat hubungannya dengan negara-negara besar tersebut dalam upaya untuk mencapai tujuan strategisnya.
Salah satu tujuan utama dari negosiasi yang diinginkan Korea Utara adalah untuk mencabut sanksi internasional yang telah dikenakan terhadap program senjata mereka. Sanksi-sanksi ini telah memberikan tekanan ekonomi yang signifikan terhadap negara tersebut, dan Pyongyang berharap bahwa dengan membuka kembali pembicaraan, mereka dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan.
Selain mencabut sanksi, Korea Utara juga berupaya untuk menghapus penunjukan mereka sebagai negara sponsor terorisme. Status ini telah memberikan dampak negatif terhadap hubungan internasional mereka dan membatasi akses mereka ke bantuan ekonomi dan diplomatik.
Korea Utara juga berharap untuk mendapatkan bantuan ekonomi sebagai bagian dari negosiasi ini. Bantuan ekonomi ini diharapkan dapat membantu negara tersebut dalam mengatasi berbagai tantangan ekonomi yang mereka hadapi, termasuk krisis pangan dan masalah infrastruktur.