Jakarta – Pemerintah Ukraina telah mengambil langkah berani dengan menghentikan jalur distribusi gas Rusia yang melintasi wilayahnya menuju Eropa. Keputusan ini diambil setelah Ukraina menolak memperpanjang kerja sama transit gas yang berakhir pada Rabu (1/1) waktu setempat. Menteri Energi Ukraina menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan demi kepentingan nasional, mengingat konflik yang berkepanjangan dengan Moskow selama lebih dari dua tahun terakhir.
Keputusan ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi kedua belah pihak. Ukraina diperkirakan akan kehilangan pemasukan sebesar US$800 juta akibat terhentinya pembayaran dari Rusia. Di sisi lain, perusahaan gas Rusia, Gazprom, juga menghadapi potensi kerugian penjualan sebesar US$5 juta. Situasi ini menciptakan ketidakpastian ekonomi di tengah ketegangan politik yang sudah ada.
Sejumlah negara Eropa yang masih bergantung pada gas Rusia kini tengah mencari jalur distribusi alternatif selain melalui Ukraina. Langkah ini diambil untuk memastikan pasokan energi tetap stabil di tengah perubahan geopolitik yang terjadi. Meskipun peluang untuk mencapai kesepakatan baru dengan Ukraina terbilang kecil, negara-negara Eropa berusaha mengamankan kebutuhan energi mereka dengan berbagai cara.
Sebelum invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 2022, Rusia merupakan pemasok gas alam terbesar bagi Uni Eropa. Namun, blokade terhadap Rusia akibat invasi tersebut telah mengurangi porsi impor gas Rusia lebih dari 40 persen dibandingkan dengan 2021, menjadi sekitar 8 persen pada 2023. Para analis menyarankan agar Eropa meningkatkan impor gas alam cair (LNG) untuk mengatasi kekurangan pasokan gas dari Rusia.