Urgensi Integrasi Penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dengan Agenda SDGs

Redaksi
5 Min Read

Oleh : Khulfi M. Khalwani
(Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Pertahanan, UNHAN RI)

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), atau yang lebih dikenal melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), merupakan instrumen penting dalam memastikan pemerintahan berjalan akuntabel, transparan, dan berorientasi hasil. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, AKIP dirancang untuk menilai kesesuaian perencanaan, pengukuran, pelaporan, dan evaluasi kinerja dengan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Namun, praktik di lapangan sering kali masih menitikberatkan pada pemenuhan dokumen administratif ketimbang pada dampak nyata bagi masyarakat.

Oleh karena itu semangat fase baru Reformasi Birokrasi Berdampak (RB Berdampak) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran MenPANRB No. 6 Tahun 2025 juga perlu menjadi unsur utama dalam AKIP. Jika pada periode sebelumnya reformasi birokrasi lebih menekankan aspek proses (seperti pemenuhan dokumen, tata kelola, dan kepatuhan prosedur), maka RB Berdampak berfokus pada hasil nyata yang dirasakan masyarakat. Orientasi ini sejalan dengan kritik akademik bahwa birokrasi sering terjebak dalam compliance trap, yakni keberhasilan diukur dari kepatuhan administratif, bukan dari perubahan substantif (Marin et al., 2024).

Di sisi lain, Indonesia bersama komunitas global telah berkomitmen mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) 2030—agenda pembangunan berkelanjutan dengan 17 tujuan dan 169 target. Integrasi penilaian AKIP dengan SDGs menjadi kebutuhan mendesak agar birokrasi tidak terjebak dalam logika kepatuhan administratif, melainkan bergerak ke arah orientasi hasil yang berkelanjutan.

Sejumlah studi empiris menunjukkan bahwa penerapan SAKIP di berbagai daerah menghadapi tantangan struktural. Beberapa temuan mengindikasikan bahwa keberhasilan AKIP sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia, koordinasi antar-unit, serta kemampuan birokrasi untuk berorientasi pada outcome, bukan hanya output administratif.
SDGs memberikan kerangka kerja pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Di Indonesia, agenda ini telah diarusutamakan ke dalam RPJMN 2020–2024 dan dilanjutkan dalam RPJPN 2025–2045. Artinya, pencapaian indikator SDGs seharusnya juga tercermin dalam indikator kinerja instansi pemerintah.

Berita Lainnya  Jelang lawan Myamar di SEA Games 2023, Timnas Indonesia U22 ternyata punya keuntungan besar ini

Literatur internasional menekankan bahwa digitalisasi, transparansi data, dan inovasi kebijakan menjadi kunci keberhasilan pencapaian SDGs. Sebuah kajian global tentang peran teknologi dalam mendukung SDGs menegaskan pentingnya sistem evaluasi kinerja pemerintah yang tidak hanya mengukur capaian administratif, tetapi juga memastikan kontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan (Vinuesa et al., 2020).

Mengintegrasikan penilaian AKIP dengan agenda SDGs memiliki urgensi pada beberapa aspek. Pertama, dapat meningkatkan relevansi kinerja pemerintah. Indikator AKIP yang terhubung dengan SDGs akan memastikan bahwa capaian kinerja berkontribusi pada isu-isu strategis global, seperti pengentasan kemiskinan (SDG 1), pendidikan berkualitas (SDG 4), aksi iklim (SDG 13), dan perlindungan ekosistem darat (SDG 15).

Kedua, integrasi AKIP dan SDGs akan memperkuat akuntabilitas publik. Dengan menggunakan bahasa SDGs yang lebih mudah dipahami publik, capaian birokrasi menjadi lebih transparan. Misalnya, keberhasilan perhutanan sosial dapat ditunjukkan bukan hanya dari luas lahan yang dikelola, melainkan juga dari kontribusinya terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di desa (SDG 8) dan konservasi hutan (SDG 15).

Ketiga, akan meningkatkan posisi Indonesia di tingkat global. Laporan AKIP yang selaras dengan SDGs dapat sekaligus menjadi bagian dari Voluntary National Review (VNR) Indonesia di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa, memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang konsisten dengan agenda pembangunan berkelanjutan.
Ke empat, integrasi AKIP dan SDGs akan mendorong sistem data terintegrasi. Pengukuran kinerja berbasis SDGs mendorong penguatan integrasi data lintas instansi.

Berita Lainnya  Sosok ini bongkar borok ayah Atta Halilintar, jadi ketua cabang aliran sesat dan wajibkan jemaatnya untuk...

Tentunya tetap aka nada peluang dan tantangan. Hal ini karena indikator AKIP cenderung berorientasi jangka pendek, sementara SDGs berfokus pada dampak jangka panjang. Kedua, sistem data pemerintah belum sepenuhnya terintegrasi sehingga sulit memastikan keterkaitan langsung antara capaian program dan target SDGs. Ketiga, kapasitas aparatur dalam memahami pembangunan berkelanjutan masih terbatas.

Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa langkah strategis dapat dilakukan yaitu Reformulasi indikator AKIP agar selaras dengan indikator SDGs yang relevan di tiap sektor; Penguatan sistem data terintegrasi melalui pemanfaatan big data dan dashboard lintas kementerian; Peningkatan kapasitas aparatur dengan memasukkan perspektif SDGs dalam pelatihan manajemen kinerja; dan Keterlibatan multipihak termasuk akademisi, masyarakat sipil, dan sektor swasta sebagai validator capaian kinerja.

Integrasi penilaian AKIP dengan Agenda SDGs merupakan kebutuhan mendesak bagi birokrasi Indonesia di era pembangunan berkelanjutan. Dengan orientasi pada outcome, pemanfaatan teknologi digital, serta keterlibatan multipihak, AKIP dapat bertransformasi dari instrumen administratif menjadi alat penggerak perubahan nyata. Lebih jauh, langkah ini akan memperkuat daya saing Indonesia di kancah global sekaligus menjawab tantangan utama abad ke-21: memastikan pembangunan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *