Jakarta – Gregorius Ronald Tannur (31), putra dari Anggota DPR RI partai PKB, Edward Tannur, divonis bebas dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan yang menewaskan Dini Sera Afriyanti (29) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keputusan ini memicu kontroversi dan sorotan dari berbagai pihak.
Majelis Hakim menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini. Hakim berpendapat bahwa kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat konsumsi minuman beralkohol, bukan karena luka penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa.
Selain itu, hakim juga menilai bahwa Ronald berupaya memberikan pertolongan kepada korban saat masa kritis. Hal ini dibuktikan dengan tindakan terdakwa yang memberikan bantuan napas dan membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Namun, putusan ini mendapat kritik tajam. Banyak pihak menilai bahwa hakim tidak mempertimbangkan sejumlah bukti yang ada. Keputusan ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana untuk melayangkan kasasi atas putusan ini. Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) akan memeriksa para hakim yang memutus kasus ini.
Pengamat Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahillah Akbar, mengaku heran dengan putusan tersebut. Menurutnya, banyak bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan seharusnya bisa membuat terang peristiwa.
Fatahillah menyebut hasil visum menunjukkan adanya luka di hati korban akibat benda tumpul. Selain itu, JPU juga menunjukkan bukti lindasan dari ban mobil milik Ronald pada tubuh Dini. Namun, hakim hanya menyimpulkan bahwa Dini meninggal karena kondisi kesehatan yang diakibatkan oleh minuman beralkohol.
Fatahillah berpendapat bahwa Ronald setidaknya bisa dijerat dengan pasal penganiayaan, jika merujuk pada semua hasil visum pada luka-luka di tubuh Dini. Namun ternyata Ronald dibebaskan dari jeratan pasal tersebut juga.
Fatahillah mendukung jaksa untuk mengajukan kasasi atas putusan PN Surabaya itu. Dia juga mendukung KY untuk memeriksa para hakim atas putusan yang dianggap aneh tersebut.