Jakarta – Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam kemalasan berkarya meskipun teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin mempermudah aktivitas sehari-hari. Dalam pernyataannya, Stella menekankan pentingnya tetap produktif dan kreatif di tengah derasnya arus kemajuan teknologi.
Stella menjelaskan bahwa Large Language Model (LLM) adalah algoritma kecerdasan buatan yang dibangun melalui proses pembelajaran data dalam volume yang sangat besar. LLM ini menjadi fondasi dari lahirnya chatbot AI seperti ChatGPT, yang kini banyak digunakan dalam berbagai aplikasi.
Mengutip pernyataan Geoffrey Hinton, yang dikenal sebagai Bapak AI, Stella menyoroti salah satu masalah utama dalam AI, yaitu “garbage in, garbage out.” Menurutnya, data berkualitas rendah yang dimasukkan ke dalam sistem pembelajaran AI akan menghasilkan output yang juga tidak memuaskan. Oleh karena itu, penting untuk memastikan kualitas data yang digunakan dalam pengembangan AI.
Stella juga menyinggung penggunaan AI yang tidak produktif, seperti hanya untuk mempercepat pekerjaan atau sebagai jalan pintas. Ia menegaskan bahwa AI sebaiknya digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah, bukan sekadar untuk efisiensi semata. Dengan demikian, AI dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi penggunanya.
Sebelumnya, Sawitri, Country Head Marketing JobStreet Indonesia, mengungkapkan bahwa penggunaan berlebihan AI dapat membuat pekerja menjadi malas dan “berhenti berpikir.” Meskipun AI dapat digunakan untuk berdiskusi dan mencari ide, penggunaan yang berlebihan justru dapat menumpulkan kreativitas.
Dalam laporan survei bertajuk ‘Decoding Global Talent 2024’ GenAI Edition, JobStreet mengungkapkan bahwa pekerja di Indonesia cenderung terlalu bergantung pada AI generatif. Survei yang melibatkan 19.154 responden dari berbagai industri, mulai dari IT hingga layanan kesehatan, menunjukkan bahwa 10 persen responden menggunakan AI secara mentah-mentah tanpa pemeriksaan ulang. Sementara itu, 49 persen responden mengoreksi hasil AI sebelum digunakan, dan hanya 28 persen yang menggunakan AI sebagai awalan sebelum melanjutkan pekerjaan secara mandiri.