Jakarta – Maskapai penerbangan terkemuka dari Amerika Serikat, Delta Air Lines, telah melayangkan gugatan hukum terhadap perusahaan keamanan siber, CrowdStrike, dengan nilai mencapai USD 500 juta atau sekitar Rp 7,8 triliun. Gugatan ini diajukan menyusul insiden besar yang melibatkan pembaruan perangkat lunak dari CrowdStrike yang menyebabkan kerusakan sistem operasi Windows secara massal pada bulan Juli lalu.
Insiden yang dikenal dengan istilah “blue screen of death” ini memberikan dampak signifikan bagi Delta Air Lines. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari detikINET yang mengutip Reuters, Minggu (27/10/2024), Delta mengklaim bahwa insiden tersebut mengakibatkan pembatalan 7.000 penerbangan dan mempengaruhi 1,3 juta penumpang. Kerugian finansial yang dialami maskapai ini diperkirakan melebihi USD 500 juta.
Gugatan ini telah didaftarkan oleh Delta di Fulton County Superior Court, Georgia, Amerika Serikat. Dalam dokumen gugatan, Delta menuduh bahwa pembaruan perangkat lunak dari CrowdStrike yang belum diuji dan bermasalah telah disebarkan kepada konsumen, menyebabkan 8,5 juta PC Windows di seluruh dunia mengalami crash. Delta menyatakan bahwa kerusakan ini membawa bencana bagi operasional mereka.
Di sisi lain, CrowdStrike tidak tinggal diam menghadapi tuduhan ini. Perusahaan keamanan siber tersebut menolak klaim Delta dan menyatakan bahwa tuduhan tersebut didasarkan pada informasi yang salah dan tidak terbukti. CrowdStrike juga menegaskan bahwa Delta tidak memahami cara kerja keamanan siber modern dengan baik.
Delta Air Lines mengungkapkan bahwa mereka telah menggunakan produk CrowdStrike sejak tahun 2022. Insiden ini, menurut Delta, telah menyebabkan kerugian lebih dari USD 500 juta yang mencakup kehilangan keuntungan, pengeluaran tambahan, biaya pengacara, kerusakan reputasi, serta potensi kehilangan pendapatan di masa depan.