Jakarta – Selama beberapa bulan musim panas ini, sebagian besar Samudra Atlantik di sepanjang khatulistiwa mengalami pendinginan dengan kecepatan yang memecahkan rekor. Para pakar memperingatkan potensi dampak buruk dari fenomena ini.
Meskipun wilayah dingin tersebut kini mulai menghangat kembali ke kondisi normal, para ilmuwan masih bingung dengan apa yang menyebabkan pendinginan tersebut. Daerah dingin yang tidak lazim ini terbatas pada hamparan lautan yang membentang beberapa derajat di utara dan selatan khatulistiwa. Fenomena tersebut terbentuk pada awal Juni setelah serangkaian bulan dengan permukaan air terhangat dalam lebih dari 40 tahun.
Wilayah tersebut diketahui memang berganti-ganti antara fase dingin dan hangat setiap beberapa tahun. Michael McPhaden, seorang ilmuwan senior di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), menyatakan bahwa para ahli masih bingung dengan apa yang terjadi. McPhaden selama ini mengawasi serangkaian pelampung di daerah tropis yang telah mengumpulkan data terkini tentang daerah dingin.
Suhu permukaan laut di Atlantik khatulistiwa timur berada dititik terpanas pada Februari dan Maret, mencapai 30 derajat Celcius. Dua bulan ini menjadi bulan terhangat yang pernah tercatat sejak 1982. Namun, saat Juni tiba, suhu mulai turun secara misterius, sampai titik terdinginnya pada akhir Juli di 25 derajat Celcius, tulis Tuchen baru-baru ini pada sebuah postingan blog.
Perkiraan cuaca menyatakan bahwa peristiwa pendinginan tersebut mungkin akan segera berkembang menjadi Atlantic Nina. Ini adalah pola iklim regional yang cenderung meningkatkan curah hujan di Afrika bagian barat dan mengurangi curah hujan di Brasil bagian timur laut serta negara-negara yang berbatasan dengan Teluk Guinea, termasuk Ghana, Nigeria, dan Kamerun. Fenomena tersebut, yang tidak sekuat La Nina di Pasifik, belum terjadi sejak 2013. Atlantic Nina akan dinyatakan terjadi jika suhu yang lebih dingin dari rata-rata tersebut bertahan selama tiga bulan, hingga akhir Agustus.
Namun, kantong air dingin tersebut sudah menghangat dalam beberapa minggu terakhir. Kendati demikian, mencari tahu apa yang menyebabkan pendinginan dramatis ini akan memungkinkan para ilmuwan untuk lebih memahami keanehan iklim Bumi, yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi prakiraan cuaca, kata Tuchen.
Para ilmuwan sudah memodelkan beberapa kemungkinan proses iklim untuk mencoba menunjukkan wilayah dingin yang diamati, seperti fluks panas yang sangat kuat di atmosfer atau perubahan tiba-tiba pada arus laut dan angin. Meskipun belum pernah terjadi sebelumnya, pendinginan dramatis baru-baru ini kemungkinan besar tidak dipicu oleh perubahan iklim yang disebabkan manusia.
Dengan menggunakan data dari satelit, pelampung samudra, dan alat meteorologi lainnya, Tuchen dan McPhaden termasuk di antara beberapa ilmuwan iklim yang melacak daerah dingin dan dampak yang akan terjadi di benua-benua di sekitarnya. Dampak ini mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menjadi jelas.