Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, memberikan klarifikasi terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebutkan bahwa pemerintah berencana untuk menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten.
Arifin Tasrif menjelaskan bahwa rencana penutupan PLTU Suralaya tidak bisa dilakukan secara instan. Menurutnya, potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang ada saat ini belum cukup untuk menggantikan kapasitas listrik yang dihasilkan oleh PLTU tersebut.
Arifin menekankan pentingnya pembangunan jaringan transmisi kelistrikan Jawa-Sumatera sebelum PLTU Suralaya diakhiri masa operasinya. Jaringan ini diperlukan untuk memasok listrik yang bersumber dari energi bersih, terutama sebelum PLTU Suralaya di Banten ditutup lebih cepat.
Arifin juga mengakui bahwa operasional PLTU Suralaya sudah memberikan kontribusi besar terhadap polusi udara yang ada di Jakarta. Hal ini disebabkan oleh banyaknya industri dan PLTU berkapasitas besar di wilayah tersebut.
Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah ingin menutup PLTU Suralaya sebagai bagian dari upaya menekan polusi udara. Selain itu, langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Luhut juga mengungkapkan bahwa buruknya kualitas udara telah berdampak pada besarnya biaya pengobatan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yang mencapai Rp38 triliun. Dana tersebut termasuk yang dikeluarkan melalui BPJS Kesehatan.