Jakarta – Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Yorga Permana, mengungkapkan bahwa kurangnya lapangan kerja di sektor formal menjadi salah satu penyebab utama menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia. Menurut Yorga, banyak pekerja di sektor formal yang beralih ke sektor informal, terutama setelah pandemi Covid-19. Selain itu, banyak angkatan kerja baru yang langsung masuk ke sektor informal karena minimnya pekerjaan di sektor formal.
Yorga menambahkan bahwa sektor informal cenderung tidak layak karena tidak memberikan pendapatan yang memadai dan tidak memiliki jaminan sosial. Hal ini menyebabkan banyak pekerja yang tidak mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan yang seharusnya mereka terima.
Penurunan jumlah pekerja di sektor formal mulai terlihat sejak tahun 2014. Meskipun pekerjaan di sektor formal tetap tumbuh sekitar 2 juta per tahun seperti tahun-tahun sebelumnya, jumlah pekerja mandiri (self-employment) juga meningkat. Fenomena ini kemudian memunculkan gig economy, di mana pasar tenaga kerja didominasi oleh pekerjaan sementara, lepas, dan kontrak, seperti driver ojek online (ojol). Fenomena gig economy ini terus berlanjut hingga pekerja informal mendominasi pasar tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta orang pada tahun 2024, turun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 48,27 juta orang. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar, menyatakan bahwa penyebab utama turunnya kelas menengah tahun ini adalah pandemi Covid-19. Data menunjukkan bahwa penurunan jumlah penduduk kelas menengah sudah mulai terlihat sejak tahun 2019.
Menurut Amalia, efek pandemi pada tahun 2020 masih terasa hingga saat ini, terutama terhadap perekonomian. Masyarakat kelas menengah pun turut merasakan dampaknya. Pandemi telah menyebabkan banyak perusahaan mengurangi jumlah karyawan atau bahkan menutup usahanya, sehingga banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan dan terpaksa beralih ke sektor informal.