Jakarta – Pada awal perdagangan Kamis (12/12), harga minyak mentah dunia mengalami sedikit penurunan. Fenomena ini terjadi di tengah ancaman sanksi tambahan dari Uni Eropa terhadap minyak Rusia, yang diperkirakan dapat memicu lonjakan harga. Namun, proyeksi permintaan minyak global yang melemah serta peningkatan stok bensin di Amerika Serikat (AS) berhasil menahan laju kenaikan harga tersebut.
Harga minyak mentah berjangka Brent mengalami penurunan sebesar 5 sen, menjadi US$73,47 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 11 sen, menjadi US$70,18 per barel. Kedua patokan harga global ini sebelumnya mengalami kenaikan lebih dari US$1 per barel pada hari sebelumnya.
Pada hari sebelumnya, Duta Besar Uni Eropa menyetujui paket sanksi ke-15 terhadap Rusia sebagai respons atas konflik yang berlangsung dengan Ukraina. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, menyatakan bahwa pihaknya terus mencari cara kreatif untuk mengurangi pendapatan minyak Rusia. Ia menambahkan bahwa permintaan minyak global yang lebih rendah menciptakan peluang untuk penerapan lebih banyak sanksi.
Rusia menanggapi laporan tentang kemungkinan pengetatan sanksi AS terhadap minyaknya dengan menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden ingin meninggalkan warisan yang sulit bagi hubungan AS-Rusia. Ketegangan ini sempat mendorong harga minyak naik, namun tertahan oleh sikap Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan data pasokan minyak yang ada.
OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun 2025, langkah ini dilakukan untuk bulan kelima berturut-turut dan dengan jumlah terbesar sejauh ini. Pasar kini memantau dengan cermat data proyeksi dari International Energy Agency (IEA) untuk tahun depan, yang diyakini akan mencerminkan keputusan OPEC.
Di Amerika Serikat, yang merupakan konsumen minyak terbesar di dunia, persediaan bensin dan sulingan meningkat lebih dari yang diharapkan pada minggu lalu. Selain itu, permintaan yang lemah, terutama dari negara pengimpor utama seperti China, serta pertumbuhan pasokan dari negara non-OPEC+ menjadi dua faktor utama di balik penurunan harga minyak.
Pasar juga tengah mencermati isyarat pemotongan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang dijadwalkan akan diumumkan pada pekan depan. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan harga minyak di pasar global.