Damaskus – Presiden Suriah yang terguling, Bashar al-Assad, sempat menunjukkan tekad kuat untuk tetap bertahan di Damaskus ketika pasukan pemberontak semakin mendekati ibu kota pada awal Desember. Namun, ancaman pertumpahan darah yang semakin nyata memaksa Assad untuk segera meninggalkan Suriah dan terbang ke Rusia.
Menurut laporan dari media Al Majalla yang dikutip oleh Al Arabiya pada Jumat (20/12/2024), Assad berada di Moskow pada 27 November, tepat saat pemberontak Suriah melancarkan serangan mendadak. Assad awalnya berencana menghadiri seremoni pemberian gelar PhD untuk putranya, Hafez, namun rencana tersebut dibatalkan. Ia memilih untuk memantau situasi di Suriah dari kamar hotelnya di Moskow. Ketika pasukan pemberontak berhasil merebut Aleppo pada 29 November, Assad sedang dalam perjalanan kembali ke Suriah.
Setelah Aleppo jatuh ke tangan pemberontak, Assad dilaporkan menolak saran dari Rusia, sekutu dekatnya, untuk bersiap mengundurkan diri guna menghindari pertumpahan darah. Rencana pelarian Assad ke Rusia, menurut laporan Al Majalla, baru dipastikan pada malam hari tanggal 7-8 Desember. Dari Damaskus, Assad sempat menghubungi Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia al-Sudani, dan Presiden Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Zayedh, untuk meminta dukungan milisi Irak yang didukung Iran serta bantuan keuangan dari UEA.
Kantor media Assad telah menyiapkan pidato yang akan dibacakan olehnya di istana kepresidenan. Pada 7 Desember, sehari sebelum rezimnya tumbang, Assad masih berusaha meyakinkan para pejabatnya, termasuk diplomat utamanya, bahwa situasi masih terkendali dan bahwa “dukungan Rusia akan diberikan”. Assad bahkan bersikeras kepada para penasihatnya bahwa ia akan menyampaikan pidatonya pada Minggu, 8 Desember.
Namun, pada malam hari tanggal 7 Desember, Assad menerima telepon dari pejabat Rusia yang menyarankan agar ia segera meninggalkan Damaskus untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut dan menjaga kepentingan Moskow di Suriah.
Akhirnya, pada pagi hari tanggal 8 Desember, Assad meninggalkan Suriah dengan hanya membawa dua orang bersamanya, yaitu Menteri Urusan Kepresidenan Mansour Azzam dan kepala unit perlindungan presiden Brigadir Jenderal Mohsen Mohammed. Mereka bergegas menuju pangkalan Hmeimim, pangkalan milik Rusia di Suriah bagian barat, sebelum terbang ke Moskow. Istri dan anak-anak Assad sudah terlebih dahulu berada di luar negeri.
Kaburnya Assad ke luar negeri tidak diketahui oleh para ajudan terdekatnya, bahkan saudara laki-lakinya, Maher, juga tidak mengetahui apa pun tentang kepergiannya.