Jakarta – Sejumlah ekonom mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap dualisme kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang dapat berdampak negatif pada dunia usaha dan investasi di Indonesia. Fenomena ini bukanlah yang pertama kali terjadi dalam tubuh organisasi tersebut.
Ketua Umum Kadin periode 2021-2026, Arsjad Rasjid, sejatinya masih diakui sebagai pemimpin sah oleh para pengusaha. Namun, posisinya digulingkan melalui musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pada Sabtu (14/9), yang memilih Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kadin periode 2024-2029.
Anindya Bakrie, putra Aburizal Bakrie, menegaskan bahwa penunjukannya sebagai ketua umum bukanlah bentuk kudeta, meskipun ditolak oleh 21 Kadin Daerah (Kadinda). Anin menekankan bahwa munaslub merupakan inisiatif dari Kadinda dan Anggota Luar Biasa (ALB).
Di sisi lain, Arsjad Rasjid berpegang teguh pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1978 tentang Kadin Indonesia. Ia menegaskan bahwa hanya ada satu Kadin sesuai dengan aturan tersebut.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa kisruh di internal Kadin pasti akan mengganggu dunia usaha. Bahkan, menurutnya, dualisme Kadin akan menghambat investasi di tanah air.
Huda khawatir bahwa akan ada sekat antar-pengusaha di Indonesia. Ia meyakini bahwa ada kubu Istana yang akan menghalangi gerak-gerik Arsjad dan kawan-kawan ke depan.
Huda menekankan bahwa dunia usaha tidak akan mempercayai sistem bisnis di Indonesia. Menurutnya, oligarki pemerintah membuat benteng-benteng itu semakin tinggi.
Ia memperkirakan akan banyak masalah baru yang muncul akibat dimulainya aksi menyingkirkan Arsjad sebagai ketua umum Kadin yang sah. Menurutnya, ini adalah hasil buruk dari oligarki, di mana pengusaha tidak akan mendapat keuntungan jika tidak dekat dengan penguasa.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengajak untuk melihat dengan cakupan lebih luas dari kisruh Kadin. Ia menegaskan bahwa dualisme di tubuh organisasi besar bukanlah yang pertama kali terjadi.
Yusuf menyebut bahwa dualisme tentu sangat merugikan, terutama bagi mereka yang terkait secara langsung di dalam organisasi tersebut.
Meski begitu, Yusuf belum melihat ada ancaman dari kubu Arsjad untuk menarik diri dari proyek pemerintah. Ia menekankan bahwa pengusaha tetap akan menjadi mitra untuk mencapai target-target penguasa ke depan.
Namun, ia mengatakan bahwa pasti akan ada dampak kepada pemerintah, khususnya presiden. Yusuf menyebut bahwa calon investor akan memelototi betul peluang menanamkan modalnya di Indonesia.
Sebelum Arsjad vs Anin, dualisme Kadin pernah terjadi pada periode 2010-2015. Kadin Indonesia ketika itu terbagi dua, yaknj di bawah pimpinan Suryo Bambang Sulisto (SBS) dan Eddy Ganefo.
Masalah ini sempat dibahas dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-VII Kadin di bawah SBS. Munas VII digelar pada 22-24 November 2015 di Trans Luxury Hotel, Bandung, Jawa Barat.
Namun, dualisme terulang pada periode 2015-2020. Organisasi para pengusaha itu terpecah menjadi ‘Kadin Kuningan’ dan ‘Kadin Menteng’.
Kadin Kuningan dipimpin oleh Rosan Roeslani, sedangkan Kadin Menteng dipimpin oleh Eddy Ganefo alias Egan. Kendati demikian, dalam situs resmi Kadin hanya menyatakan Rosan sebagai ketua umum Kadin periode 2015-2021.