Jakarta – Elon Musk kini terjerat dalam pusaran hukum setelah mengumumkan hadiah sebesar USD 1 juta (sekitar Rp 15 miliar) bagi pemilih terdaftar menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat. Gugatan ini dilayangkan oleh Jaksa Distrik Philadelphia, Larry Krasner.
Melalui America PAC, sebuah organisasi pendukung Donald Trump, Musk menawarkan USD 1 juta setiap hari kepada pemilih terdaftar di negara bagian kunci yang menandatangani petisi mendukung kebebasan berbicara dan Amandemen Kedua. Langkah ini menimbulkan kontroversi dan pertanyaan mengenai keabsahannya.
Dalam gugatannya, Krasner menyatakan bahwa tindakan Musk menyerupai lotre. Ia berargumen bahwa hukum Pennsylvania mensyaratkan semua lotre dioperasikan dan dikelola oleh negara bagian. Oleh karena itu, hadiah yang diberikan Musk dianggap melanggar aturan dan harus dihentikan.
Menurut hukum Pennsylvania, lotre dianggap ilegal jika mengharuskan warga menyerahkan data pribadi dan membuat janji politik sebagai imbalan untuk kesempatan memenangkan hadiah. Gugatan tersebut menyebutkan bahwa sejak 19 Oktober 2024, America PAC telah membagikan cek senilai USD 1 juta kepada sembilan orang melalui lotre, dengan empat di antaranya tinggal di Pennsylvania.
Kasus ini didasarkan pada undang-undang terkait lotre dan perlindungan konsumen di Pennsylvania. Krasner menegaskan bahwa gugatannya tidak terkait dengan hukum negara bagian dan federal yang melarang politik uang. Namun, banyak pihak yang mempertanyakan legalitas giveaway ini berdasarkan hukum federal.
Selain itu, ada kekhawatiran mengenai privasi data pribadi bagi mereka yang ikut menandatangani petisi. Kementerian Kehakiman AS telah memperingatkan Musk dan America PAC bahwa giveaway ini berpotensi melanggar hukum federal yang melarang pemberian uang tunai untuk pendaftaran pemilih.
Presiden AS Joe Biden turut mengomentari kontroversi ini dengan menyindir Musk dan menyebut giveaway tersebut sangat tidak pantas.