Jakarta – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengesahkan sebuah resolusi yang menyerukan penghentian permusuhan secara langsung dan tanpa syarat di Jalur Gaza, Palestina, pada Rabu (11/12). Resolusi ini mendapat dukungan dari 158 negara, sementara sembilan negara menolak dan 13 negara memilih abstain, sebagaimana dilaporkan oleh AFP.
Majelis Umum PBB mengesahkan resolusi yang menegaskan pentingnya “gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen,” serta menyerukan “pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera.”
Resolusi ini mendapat sambutan hangat dari Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan apresiasi mendalam kepada negara-negara anggota PBB atas dukungan luar biasa mereka terhadap resolusi ini. “Keputusan ini mencerminkan tekad dan kebulatan hati masyarakat internasional,” ujar Mansour.
Resolusi yang baru saja disahkan oleh Majelis Umum PBB menuai penolakan keras dari beberapa pihak, termasuk Amerika Serikat dan Israel. Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, secara tegas menyatakan bahwa pengesahan resolusi tersebut adalah tindakan yang “memalukan dan salah.”Sikap serupa juga disampaikan oleh Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, yang bahkan sebelum pemungutan suara berlangsung sudah menyebut resolusi itu sebagai sesuatu yang “di luar logika.”
Majelis Umum PBB telah beberapa kali mengadopsi resolusi terkait situasi di Jalur Gaza, Palestina. Namun, resolusi-resolusi ini sering kali tidak dapat melewati Dewan Keamanan PBB, yang kerap terhambat oleh politik internal dalam menangani isu-isu panas seperti Gaza dan Ukraina.
Perlu diingat bahwa resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum. Ini berarti bahwa meskipun ada desakan untuk gencatan senjata, tidak ada konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang memilih untuk mengabaikannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas resolusi tersebut dalam menciptakan perubahan nyata di lapangan.