Jakarta, – Perusahaan teknologi besar asal Amerika Serikat (AS) kini semakin gencar menjajaki peluang investasi di beberapa negara Asia Tenggara. Negara-negara di kawasan ini berpotensi menerima investasi yang nilainya bisa mencapai belasan miliar dollar AS.
Dalam beberapa tahun terakhir, Asia Tenggara telah menjadi medan persaingan sengit bagi perusahaan teknologi raksasa dari Barat dan Timur. Laporan terbaru dari Policy Brief ASEAN Digital Community 2040 oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) 2023 mengungkapkan bahwa sekitar 80% dari 440 juta pengguna internet di Asia Tenggara telah melakukan setidaknya satu transaksi pembelian online, dengan tingkat penetrasi internet mencapai 75%.
Di tengah memanasnya persaingan antara AS dan China terkait teknologi mutakhir dan pembatasan perdagangan, perusahaan teknologi besar berupaya memperkuat rantai pasokan dan kemampuan produksi mereka di Asia Tenggara. Sektor-sektor penting seperti semikonduktor dan kendaraan listrik menjadi fokus utama.
Malaysia, Thailand, dan Vietnam menjadi tujuan utama ekspansi investasi bagi perusahaan teknologi raksasa AS. Sayangnya, Indonesia hanya mendapatkan porsi investasi yang relatif kecil dari perusahaan-perusahaan ini. Thailand dan Vietnam, misalnya, secara agresif merayu perusahaan semikonduktor untuk melakukan ekspansi dengan menawarkan insentif pajak dan daya tarik lainnya.
Malaysia telah menjadi eksportir semikonduktor terbesar keenam di dunia, mengemas 23% dari seluruh chip Amerika. Negara ini kini memfokuskan industrinya pada pengemasan chip yang lebih kecil dan lebih mampu meningkatkan daya komputasi.
Beberapa perusahaan teknologi raksasa AS seperti Alphabet (Google), Apple, Amazon, Microsoft, Nvidia, Space X, dan Tesla telah melakukan investasi di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Namun, nilai investasi di Indonesia masih tergolong kecil. Sebagai contoh, Nvidia hanya menginvestasikan US$ 200 juta atau sekitar Rp 3 triliun (asumsi kurs Rp 16.000/US$). Sementara itu, Microsoft menginvestasikan US$ 1,7 miliar (Rp 27,6 triliun), dan nasib investasi Apple masih belum jelas.