Jakarta – Lidah memang tak bertulang, demikian ungkapan yang sering kita dengar. Luka yang disebabkan oleh lidah sering kali lebih membekas daripada luka yang disebabkan oleh benda tajam.
Oleh karena itu, Islam menganjurkan untuk lebih baik diam daripada berbicara tanpa arah, apalagi berkata keburukan.
Imam Ghazali, dalam karya besarnya Ihya Ulumiddin, memaparkan sejumlah kiat agar tidak mudah terpeleset lidah. Semua langkah tersebut pada dasarnya merupakan upaya pengendalian diri untuk mengatur dan mengelola pergerakan lidah dengan baik.
Salah satu kesalahan lidah yakni mengomentari perihal yang tidak perlu. Rasulullah SAW pernah menegaskan, sebaik-baik keislaman seseorang adalah saat ia meninggalkan hal yang tidak penting, termasuk berbicara yang tidak membawa manfaat.
Suatu ketika, seperti yang dinukilkan Anas bin Malik RA, Rasulullah pernah mengomentari seorang sahabat yang terdiam saat ibunya mengusap wajahnya. Sahabat tersebut mengikatkan kain di perutnya untuk menahan rasa lapar. Peristiwa ini terjadi saat Perang Uhud.
Cara kedua, menurut Imam Ghazali yang bermazhab Syafi’i, adalah menjaga diri dari berbicara berlebihan. Membicarakan apa pun dengan cara yang berlebihan biasanya dilakukan untuk menarik perhatian seseorang. Padahal, temanya sangat tidak penting dan tidak ada hubungannya dengan objek yang diajak bicara.
Tuntunan untuk tidak boros penjelasan ini sesuai dengan seruan Alquran dalam surah an-Nisaa ayat 114.
Cara ketiga, menurut Imam Ghazali yang pernah menjadi kanselir di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, adalah jangan sampai lidah terpancing dengan obrolan-obrolan yang berkaitan dengan perkara batil. Kerap berbicara batil bisa mengantarkan seseorang ke api neraka. Penegasan ini seperti yang ada dalam Alquran.
Alquran surah al-Muddatsir ayat 42-45 menceritakan mengenai perbincangan antara ahli surga dan penghuni neraka. Ketika penghuni neraka ditanya, apa sebab mereka masuk siksaan tersebut?
Cara keempat, jangan berdebat berlebihan. Debat memang bermanfaat bagi murid yang sedang belajar. Namun, bagi seorang alim, debat adalah sesuatu yang harus dihindari.
Tokoh yang juga dikenal lewat karyanya Tahafut al-Falasifah itu menambahkan, cara kelima adalah menjauhkan sebisa mungkin perkataan yang mengandung unsur permusuhan, kedengkian, menyakitkan, serta menjatuhkan harga diri orang lain.
Menghargai seseorang lewat ucapan yang sopan dan santun akan sangat bermanaat bagi kelanggengan silaturahim. Bahkan, berulang kali Rasulullah pernah mencontohkan agar tidak menghujat para sahabatnya.