Jakarta – Dalam Alquran, Allah dengan jelas menyatakan tujuan penciptaan manusia. Ayat yang dimaksud berbunyi, “Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS az-Zariyat: 56). Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah.
Dalam menjalankan ibadah, seorang Mukmin harus ikhlas. Keikhlasan ini berarti menyadari sepenuhnya posisi sebagai hamba Allah, sehingga tunduk dan patuh hanya kepada-Nya. Keikhlasan menjadi kunci utama dalam setiap bentuk ibadah yang dilakukan.
Alquran juga menyebutkan tentang surga dan neraka. Surga adalah tempat bagi mereka yang diridhai Allah, sementara neraka adalah tempat yang paling buruk untuk kembali. Pertanyaan yang sering muncul adalah, bagaimana hukumnya jika kita beribadah kepada Allah SWT karena mengharapkan surga dan menghindari neraka? Apakah itu berarti kita tidak ikhlas dalam beribadah?
Menurut Ustaz Bachtiar Nasir, Alquran tidak pernah mempertentangkan antara ikhlas beribadah karena Allah di satu sisi dan pengharapan pada pahala dan surga-Nya di sisi lain. Begitu pula, antara hal tersebut dan ketakutan pada neraka dan siksa-Nya. Banyak ayat Alquran yang menegaskan hal ini. Misalnya, dalam surah al-Furqan, Allah menyebut pengharapan terhindar dari neraka sebagai ciri hamba-hamba Allah.
Allah menjanjikan balasan yang baik bagi orang beriman dan beramal saleh. Ganjaran tersebut adalah surga, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Bahkan, Nabi Ibrahim AS pernah berdoa kepada Allah untuk masuk surga dan meminta perlindungan dari kehinaan di hari pembalasan, yakni neraka.
Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW banyak yang menganjurkan kaum Muslimin untuk beribadah agar mendapat nikmat surga Allah dan terhindar dari siksa neraka. Dalam hal ini, Imam Ibnu al-Qayyim dalam kitab Madarij al-Salikin memilih sikap pertengahan. Maksudnya, antara kaum sufi yang kerap menyuarakan pentingnya ibadah hanya karena Allah tanpa mengharap surga, dan kaum yang mengkritik sufi.